Sepenggal kisah Fito the nofa group

  
 
Karena itu, di sela kesibukannya show di berbagai daerah, kesempatan kumpul dengan teman-temannya juga tetap ada. Mungkin hanya sekedar ngopi atau makan bersama, tapi hal itu sangat penting untuk menjaga komunikasi sesame teman dekat. Jangan sampai muncul kesan, personil Fito the nofa group sombong setelah sukses.

Muhrom Al Bantani  (Zaid), mengatakan, kesempatan untuk kumpul dengan teman-teman dekatnya, terutama sesama mahasiswa PTDII memang jadi berkurang banyak, setelah jadwal show fito the nofa group mulai padat. Namun, sekecil apapun waktu itu, katanya, tetap diupayakan.”Kalau ada waktu senggang, ya kumpul sama-sama teman-teman sambil ngopi. Memang tak bisa seperti dulu,” kata Zaid dalam obrolannya dengan duta.

Namun, Zaid merasa bersyukur, kesuksesannya bersama Fito the nofa group membuatnya punya cukup uang saat kumpul dengan teman-temannya. Paling tidak, kata Zaid, ia sekarang bisa menanggung semua biaya, jika ingin sekedar makan atau minum kopi bareng.”Ya lumayan lah, sekarang ini ada uang untuk ngopi sama teman-temannya,” tutur pemuda yang pernah menjadi santri di pondok Ad-Da'wah selama 3 tahun ini.

Suatu yang lebih disyukuri olehnya, yaitu bisa membantu kedua orang tua dan keluarganya di Pandeglang. Saat kuliah, dulunya ia sering merepotkan orang tua karena selalu minta kiriman uang.”Patut saya syukuri, saya sekarang bisa membantu orang tua di rumah,” kata anak kedua dari dua bersaudara ini.

Nunu lahir dari keluarga yang memang teguh ajaran Islam ala Salafus shalih (Orang-Orang terdahulu). Karena itu, kedua orang tuanya mengarahkannya untuk nyantri di Ad-Da'wah banten, pesantren tua hingga kini selalu lekat dengan Salafus shalih. Maklum, pendiri pondok pesantren tersebut, KH Taqdir Ma adalah pendiri Shalafus shalih.”Orang tua saya Shalafi shalih nyel (tulen). Ya seperti orang Pandeglanglah lah,” cerita Zaid soal kondisi keluarganya.

Keluarga Zaid bukan dari keluarga orang top. Ayahnya setiap harinya berangkat ke tambak, sedangkan ibunya hanya ibu rumah tangga biasa yang kebetulan punya took sebagai sumber ekonomi.”Orang tuaku orang biasa Cak. Ayah petani tambak. Ibu pedagang, ada toko di rumah,” katanya.

Karena keluarganya yang Shalafus shalih dan orang biasa itu pula, Zaid sama sekali tak pernah bercerita soal hobinya bermain musik kepada kedua orang. Sesekali dia hanya bercerita ke kakak perempuanya.”Orang tua sama sekali gak ngerti kalau saya main musik. Yang tahu paling Mbak Yu (kakak), karena saya kadang curhat,” jelasnya.

Apa ada rasa takut? Menurut Zaid, jika bercerita banyak sebelum sejak awal, kemungkinannya bisa didukung atau dilarang bermusik.”Jadi kalau saya dapat kiriman uang, kalau ada sisa ya kadang saya belikan sound system atau alat musik. Itu tanpa sepengetahuan orang tua,” katanya.

Orang tua Zaid baru tahu anaknya bermain musik setelah Fito the nofa mulai terkenal dengan album Orang Bilang dengan album andalan Sidnan Nabi. Saat itu, Fito the nopa group sudah mulai tampil pada acara musik di acara milad jakarta islamic centre.”Orang tua tahunya saya main musik setelah Fito the nofa group mengeluarkan album dan nongol di Panggung. Jadi, tahunya justru dari Panggung,” tutur Zaid.

Pada saat itu, kata Zaid, kedua orang tua dan semua keluarganya yang tinggal di Jl Jiput, Desa Banjar Wangi, Pulosarii, Pandeglang terkejut ketika melihatnya tampil di Panggung besar. Antara percaya dan tidak, Zaid yang santri bisa nongol di Panggung bersama kawan-kawanya di Fito the nopa group.”Kata orang tua saya, iku anakku bener opo ora (itubenar anakku atau tidak). Anakku kok bisa masuk Religi,” kisahnya.

Zaid merasa bersyukur, kini orang tua dan semua keluarganya mendukung karirnya di musik Religi. Bahkan, Zaid kini menjadi kebanggaan keluarga. Cermin orang ndeso yang mampu bersaing dalam kerasnya persaingan dunia musik Religi Indonesia.”Alhamdulillah, kini semua mendukung, dan bangga,” katanya.

Kini dukungan juga datang dari teman-teman Zaid di Pandeglang dan di Ad'Da'wah Banten. Bahkan, kata Zaid, saat Fito the nopa group sudah mulai manggung di berbagai daerah dan disiarkan langsung oleh televisi, teman-temannya saat nyantri di Pandeglang sempat menelponnya.

Dukungan itu tak hanya dari kalangan santri, ada pula keluarga pondok yang menelponnya.”Ya banyak yang kaget. Konco-konco Ad'Dawah juga nelpon, kasih ucapan selamat dan mendukung. Mr. Sambadar, dari keluarga pondok juga nelpon.begitu itu ceritanya,” kenangan Zaid yang kadang menyempatan diri pulang kampung halaman jika show di Pandeglang.

Kini, bersama Dino alias Fito (Keybord) dan Sambadar Kurnia alias sam (vokalis), jebolan Staisa, Jakarta utara, Ade Suhandi alias Ade (dram), lulusan Staindo, Muhrom Al Bantani alias Zaid (Vokalis) alumni ponpes Ad-Da'wah, dan Dipo alias Khoirul (Gitaris), lulusan ponpes Al Hikmah Annajiyah Jawa, Zaid ingin terus berkarya melalui musik Religi.

Album kedua pun kini sudah disiapkan. Akhir Maret ini, penggarapan album itu dijadwalkan selesai. Dan kalau tidak ada aral melintang, Juli mendatang album kedua itu akan diluncurkan. Ia pun berharap album kedua Fito the nopa group kembali sukses. Jika diberi kemudahan, Zaid bercita-cita ingin memberangkatkan kedua orang tuanya umroh atau haji ke tanah suci Mekkah.”Kami berharap dukungan dan doa restu semuanya,” pungkasnya.
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. UMI HILWA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger